Saturday, 22 October 2016

FAKTA DI BALIK TARIAN SAMAN YANG MENDUNIA

Banyak sekali seni tari yang ada di Indonesia, salah satunya tari Saman yang berasal dari Provinsi paling barat Indonesia yaitu Aceh. Tari saman dianggap seni tari yang sangat unik di dalam negeri, bukan hanya karena gerakan badan yang kompak melainkan harmonisasi lagu dan paduan suara yang mengiringinya. Ini lah yang membuat tari saman tidak hanya terkenal di dalam negeri tapi juga terkenal manca negara. Baiklah saya akan membahas keunikan tari saman mulai dari sejarah, asal-usul, gerakan, lagu, dan paduan suaranya.


Asal Usul Dan Sejarah Tari Saman
            Tari Saman sudah ada sejak abad ke-14 di suku gayo yang dikembangkan oleh ulama besar pada saat itu yang bernama Syekh Saman. Tarian ini pertama hanyalah sebuah permainan rakyat yang bernama Pok Ane. Kemudian, dengan ditambahkan syair-syair dan berisi pujian kepada Allah SWT, dan iringi tepukan-tepukan penari saat itulah tari Saman banyak ditampilkan sebagai media dakwah.
            Pada saat masa kesultanan Aceh tari Saman hanya ditampilkan pada acara-acara tertentu seperti Maulid Besar Nabi Muhammad SAW. Dengan perkembangan zaman, sekarang saman juga ditampilkan di acara pernikahan, khitanan, dan acara hiburan lainnya.
            Sejak 24 November 2011, saman ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda asal indonesia oleh UNESCO dalam sidang keenam Komite Antar Negara di Bali. Tarian yang dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan sebutan “Dance of Thousand Hand” ini sampai sekarang dilestarikan, tidak hanya orang suku Aceh Gayo, tapi seluruh masyarakat dunia yang mengagumi keunikannya.
Gerakan Tari Saman
            Awalnya tarian saman hanya dimainkan oleh kaum pria saja tidak lebih 10 orang, 8 orang penari dan 2 orang sisanya sebagai pemberi aba-aba. Namun, pada perkembangannya menyadari bahwa sebuah tarian akan lebih semarak jika dimainkan oleh banyak penari dan sekarang tari saman dimainkan lebih dari 10 orang.  Dan pada akhirnya wanita pun diizinkan untuk ikut serta dalam memainkan tari saman. Untuk menghasilkan sebuah tarian yang kompak maka dalam satu regu dipimpin oleh dua orang sebagai pemimpin yang di sebut Syekh. Syekh disini berperan dalam pengatur irama gerakan dan pemandu nyanyian atau syair-syair yang mengiringi tarian ini.


            Gerakan dalam tari saman terbagi dalam beberapa unsur yaitu gerakan tepuk tangan dan gerak tepuk dada, gerak guncang, gerak kirep, gerak lingang, gerak surang-saring. Nama-nama gerakan tari saman berasal dari bahasa Gayo. Yang membuat para penonton berdecak kagum menyaksikan tari saman yaitu harmonisasi gerakan dalam tarian ini yang mengalun cepat bersama syair-syair yang mengiringinya.  

Paduan Suara dan Lagu Tari Saman
            Berbeda dengan pertunjukan pada umumnya, pada pertunjukan tari saman yang asli, anda tidak akan menemukan iringan irama alat musik apapun. Satu-satunya irama yang digunakan untuk menyelaraskan gerakan tari ini suara dari penari itu sendiri. Mereka akan bertepuk tangan, bertepuk dada, paha, lantai dan terkadang ikut serta dalam menyanyikan syair untuk menghasilkan kekompakan dalam tarian.


            Untuk syair dan nyanyian lagu dalam tari saman merupakan sebuah pepatah dan nasihat yang begitu dalam. Syair-syair tersebut merupakan pesan moral ajaran islam yang seharusnya di resapi oleh para pendengarnya. Dalam melantunkan syair-syair tidak sembarangan, ada lima aturan yang harus di taati oleh syekh. Kelima aturan itu meliputi :
-Rengum atau auman yang diawali oleh pemandu.
-Dering yaitu rengum yang diikuti oleh semua penari.
-Redet yaitu lagu singkat dengan nada pendek yang dinyanyikan oleh salah satu penari di bagian tengah.
-Syekh atau lagu yang dinyanyikan dengan suara panjang tinggi sebagai perubahan gerakan.
-Saur atau lagu yang diulangi bersama oleh semua penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.


            Makna dari tari saman itu sendiri melambangkan tingginya pendidikan, sopan santun, kebersamaan, kekompakan dan kepahlawanan masyarakat Aceh yang religius. Selain makna dari gerakan, tarian saman juga memiliki makna dalam setiap bait syair yang diucapkan syekh. Yang merupakan nasehat-nasehat dengan makna begitu dalam sebagai contoh moral yang baik.

Share:

Thursday, 6 October 2016

Tradisi Meugang di Aceh


Sejarah


            Indonesia mempunyai suku, bahasa, serta budaya yang beragam. Dari wilayah indonesia timur hingga ke barat serta utara sampai ke selatan mempunyai suku, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, jadi terkumpul lah berbagai macam suku, berbagai macam bahasa dan begitu pula dengan budaya itulah yang membuat negara indonesia kaya, bukan hanya karena sumber daya alamnya yang melimpah akan tetapi kaya akan juga budayanya.
            Diwilayah ujung utara pulau sumatera indonesia yaitu Nanggroe Aceh Darussalam ada suatu tradisi yang mulai dilakukan dari zaman kerajaan aceh sampai dengan sekarang yang disebut dengan sebutan Meugang atau Makmeugang.
            Meugang yaitu tradisi dimana menyembelih hewan qurban sapi dan kambing yang dilakukan tiga kali dalam setahun yakni bulan ramadhan, hari raya idul fitri dan hari raya idul adha. Selain sapi dan kambing, masyarakat aceh juga menyembelih ayam dan bebek pada hari meugang, ini dilakukan bagi masyarakat yang kurang suka akan daging dan harga daging yang terlalu mahal. Di desa, meugang dilakukan satu hari sebelum bulan ramadhan dan hari raya, sedangkan dikota dua hari sebelum bulan ramadhan dan hari raya.
            Tradisi meugang di Aceh sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu dimulai sejak masa Kerajaan Aceh. Kala itu (1607-1636 M), Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah banyak dan dagingnya dibagikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya. Hal ini dilakukan oleh beliau sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya dan sebagai rasa terimakasih kepada rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh ditaklukkan oeh Belanda pada tahun 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh Raja. Namun, karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, maka meugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun(sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Meugang).

Cara Mendapatkan Daging


            Di Aceh, saya misalkan di pasar Padang Tiji, Kab. Pidie pada hari meugang kondisi pasar ramai oleh pengunjung dimulai dari subuh sampai dengan siang. Daging yang dijual berupa daging kerbau, sapi dan kambing. Kita bisa melihat daging yang sudah dikuliti bertumpukan diatas meja dan juga digantung-gantung. Sepanjang jalan berderet orang mejual daging dan menawarkan kepada para pembeli agar mau membelikan dagangannya. Para pembeli pun sibuk memilih daging-daging yang bagus untuk dibeli. Komunikasi antara pedagang dan pembeli tak ada habisnya, kita bisa dengar keriyuhan pasar pada hari meugang dimana orang bersuara tak ada yang diam demi mendapatkan setumpuk daging yang berkualitas yang akan dibawa pulang kerumah untuk keluarganya.
           Sekarang kita tahu harga daging sangat mahal berkisar antara Rp 170.000/kg – Rp 180.000/kg, tapi apalah dikata walaupun harganya tidak sesuai dengan isi kantong masyarakat Aceh tetap rela berdesak-desakan dipasar demi mendapatkan setumpuk daging untuk keluarganya. Karena pada hari meugang tersebut masakan daging dirumah kewajiban bagi masyarakat Aceh.
         Selain daging di beli ada juga hasil qurban dari orang-orang mampu yang disembelih dan khusus dibagikan untuk orang-orang fakir miskin. Inilah yang membantu orang-orang yang tidak sanggup membeli daging, dengan bahagia dapat juga merayakan hari meugang seperti yang dilakukan orang lain.
           
Memasak daging
Daging yang telah dibeli dimasak dengan berbagai macam masakan, seperti rendang. Makanan khas indonesia ini telah diakui dunia sebagai makanan terenak mengalahkan makanan lainnya. Rendang sendiri adalah masakan daging bercitarasa pedas dengan campuran bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam). Selain rendang masih banyak masakan lainnya dari daging yang telah dibeli. Namun daging-daging yang telah didapat tidak semua dimasak sekaligus, ada namanya pengawetan daging yaitu dendeng. Masyarakat Aceh menyebutnya dengan sie tho (daging kering). Pengawetan ini dilakukan dengan cara mentaburi garam dan dijemur yang menghasilkan daging berasa asin.
Setelah daging meugang selesai dimasak, maka anggota keluarga berkumpul dan menyantap hasil masakan berbagai macam olahan daging. Tentu saja hari meugang tersebut adalah hari berbahagia bersama keluarga dan kerabat, karena disuguhkan masakan istimewa.

Nilai Religius      
Meskipun daerah Aceh sangat kental dengan nilai religiusnya, tradisi meugang bukanlah murni ajaran Islam, akan tetapi ia merupakan sebuah aplikasi pengamalan Islam dalam bentuk budaya. Melaksanakan tradisi meugang bukanlah sebuah kewajiban, akan tetapi merupakan sebuah keharusan bagi orang Aceh yang mesti dilaksanakan. Untuk meyakinkan bahwa tradisi meugang ini adalah sebuah tafsir agama, kita dapat melihat beberapa hal yang melatar belakangi adanya tradisi meugang, yaitu (1) Meugang dilaksanakan menyambut bulan puasa, hari raya idul fitri dan hari raya idul adha. (2) Meugang dimanfaatkan bagi orang dermawan untuk bersedekah. (3) Meugang menjadi bentuk silaturrahmi antara keluarga dan kerabat(sumber :http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2294/tradisi-meugang).
Tradisi meugang di Aceh salah satu tradisi yang unik yang telah dilakukan sejak lama. Meugang sendiri membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar Aceh. Berbagai keadaan berubah menjadi lebih baik di hari meugang tersebut. Baik itu kebersamaan bersama keluarga, bersedekah kepada yang membutuhkan dan masih banyak keadaan yang membahagiakan. Kita bisa melihat pada hari meugang suasana begitu ramai serta kita pun dapat merasakan ikut dalam keramaian tersebut. Dihari-hari lain kita tidak pernah merasakan bagaimana mencicipi masakan daging bersama-sama dengan keluarga tapi dihari meugang kita bisa mendapatkan momen tersebut. Dan bagaimana kita bisa melihat para fakir miskin dapat merasakan setumpuk daging dari tetangga maupun kerabatnya yang di sedekahkan untuknya agar mereka satu keluarga juga bisa merasakan suasana meugang bukan hanya mencium aroma masakan dari tetangga saja tetapi ikut memasak dan makan bersama keluarga seperti keluarga umumnya di Aceh.
Dengan adanya tradisi meugang ini, kehidupan masyarakat Aceh makmur. Dikarenakan dalam bulan tertentu masyarakat dapat mencicipi daging walaupun hanya tiga kali dalam setahun. Masyarakat Aceh sendiri sangat senang dengan tradisi meugang, bisa kita lihat walaupun harga daging melonjak drastis meugang tetap terlaksana tidak ada kata berhenti. Semoga tradisi ini terus berlanjut sampai tidak ada kata berhenti, karena tradisi meugang ini memiliki nilai-nilai religius dan sosial yang tinggi yang tidak terdapat pada tradisi lainnya.



Share:

Wednesday, 5 October 2016

Gunongan : Bukti Kejayaan Aceh Pada Masanya


 Sejarah
             
               Bila India punya Taj Mahal, Thailand ada Prasat Hin Phimai dan Durban dengan Kastil Stratford-nya sebagai simbol cinta kasih, di Banda Aceh ada Gunongan. Gunongan artinya gunung, bangunan berupa gunungan yang dipersembahkan Sultan Iskandar Muda kepada permaisurinya Putri Kamaliah dari Negeri Pahang, Malaysia. Putri Kamaliah atau lebih dikenal dengan Putroe Phang diboyong Sultan Iskandar Muda ke Aceh setelah menaklukkan Pahang, Malaysia. Saking cintanya pada permaisuri dari Pahang, Sultan Iskandar Muda memenuhi permintaan Putroe Phang dan membuatkan baginya taman sari.


         Pada masa itu, pada tahun 1613 dan tahun 1615 melalui penyerangan dengan kekuatan ekspedisi Aceh 20.000 tentara laut dan darat, Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Semenanjung Utara Melayu. Sebagaimana tradisi pada zaman dahulu, kerajaan yang kalah perang harus menyerahkan glondong pengareng-areng (rampasan perang), upeti dan pajak tahunan. Di samping itu juga harus menyerahkan putri kerajaan untuk diboyong sebagai tanda takluk. Putri boyongan itu biasanya diperistri oleh raja dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan dari kerajaan yang ditaklukkannya, sehingga kerajaan pemenang menjadi semakin besar dan semakin kuat kedudukannya. Penaklukan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Semenanjung Melayu berpengaruh besar terhadap diri Iskandar Muda. Putri boyongan dari Pahang yang sangat cantik parasnya dan halus budi bahasanya membuat Sultan Iskandar Muda jatuh cinta dan menjadikannya sebagai permaisuri. Demi cintanya yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda bersedia memenuhi permintaan permaisurinya untuk membangun sebuah taman sari yang sangat indah, lengkap dengan Gunongan sebagai tempat untuk menghibur diri agar kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di tempat asalnya terpenuhi.

Bagian-bagian Gunongan     


        Gunongan adalah bagian dari suatu kompleks yang lebih luas, yaitu Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman istana. Di kompleks ini sekarang hanya tersisa empat buah bangunan, yaitu (1) Gunongan itu sendiri; (2) Leusong (lesung batu) terletak di kaki Gunongan; (3) Kandang, sebuah bangunan empat persegi di bagian utara di arah timur laut sepanjang sungai Krueng Daroy; dan (4) Pinto Khop adalah sebuah pintu gerbang berbentuk kubah yang dulunya menghadap istana dan menghubungkan taman dengan alun-alun istana. Hanya anggota keluarga istana kerajaan yang diizinkan melewati pintu gerbang ini. Adapun detail dari bagian dari Taman Sari Gunongan itu adalah :
1) Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter, menggambarkan sebuah bunga yang dibangun dalam tiga tingkat. Tingkat pertama terletak di atas tanah dan tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan. Keseluruhan bentuk Gunongan adalah oktagonal (bersegi delapan). Serambi selatan merupakan lorong masuk yang pendek, tertutup pintu gerbang yang penyangganya sampai ke dalam gunung.

2) Penterana merupakan batu berukir berupa kursi bulat berbentuk kelopak bunga yang sedang mekar dengan lubang cekung di bagian tengah. Kursi batu ini berdiameter 1 m dengan arah hadap ke utara dengan tinggi 50 cm. Sekeliling penterana batu berukir berhiaskan arabesque berbentuk motif jaring atau jala. Penterana batu berukir berfungsi sebagai tahta tempat penobatan sultan.

3)Kandang Baginda merupakan sebuah lokasi pemakaman keluarga sultan Kerajaan Aceh, di antaranya makam Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dan istri Sultanah Tajul Alam (1641-1670). Bangunan kandang berupa teras dengan tinggi 2 m dikelilingi oleh tembok dengan ketebalan 45 cm dan lebar 18 m. Bangunan ini dibuat dari bahan bata berspesi kapur serta berdenah persegi empat dengan pintu masuk di sisi selatan.

4) Medan Khairani merupakan sebuah padang luas di sisi barat Taman Ghairah yang pernah dihiasi dengan pasir dan kerikil yang dikenal dengan nama sebutan kersik batu pelinggam. Sebagian besar lahannya kini digunakan sebagai Kerkoff, kompleks makam Belanda yang juga disebut Pocut. Kompleks makam ini digunakan untuk mengubur prajurit Belanda yang gugur dalam Perang Aceh pada tahun 1873-1902.

5) Balai merupakan bangunan yang banyak dibangun di dalam Taman Ghairah. Dalam Bustan as Salatin diuraikan mengenai lima unit balai dengan halaman pada tiap-tiap balai beserta teknik pembangunan dan kelengkapan ragam hiasnya. Balai merupakan bangunan panggung terbuka yang dibangun dari kayu dengan fungsi yang berbeda-beda. Balai-balai tersebut antara lain Balai Kambang tempat peristirahatan, Balai Gading tempat kenduri dilaksanakan, Balai Rekaan Cina tempat peristirahatan yang dibangun oleh ahli bangunan dari Cina, balai keemasan tempat peristirahatan yang dilengkapi dengan pagar keliling dari pasir, dan Balai Kembang Caya. Namun, dari balai-balai yang disebutkan tersebut tidak satu pun yang tersisa.

6) Pinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) secara bebas dapat diartikan sebagai pintu mutiara keindraan atau kedewaan/raja-raja. Di dalam Bustan as Salatin disebut dengan Dewala. Gerbang ini dikenal pula dengan sebutan Pinto Khop, merupakan pintu penghubung antara istana dengan Taman Ghairah. Pintu Khop ini terletak pada sebuah lembah sungai Darul Isyki. Dugaan sementara, tempat ini merupakan tebing yang disebutkan dalam Bustan as Salatin dan bersebelahan dengan sungai tersebut. Dengan adanya perombakan tata kota Banda Aceh dewasa ini, kini pintu tersebut tidak berada dalam satu kompleks dengan Taman Sari Gunongan. Bangunan pintu Khop dibuat dari bahan kapur dengan rongga sebagai pintu dan langit-langit berbentuk busur untuk dilalui dengan arah timur dan barat. Bagian atas pintu masuk berhiaskan dua tangkai daun yang disilang, sehingga menimbulkan fantasi (efek) stiliran figur wajah dengan mata dan hidung serta rongga pintu sebagai mulut.

Lokasi


Gunongan yang berlokasi di Banda Aceh tepatnya di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman merupakan bukti sejarah Aceh pernah berjaya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kehidupan masyarakat yang begitu makmur dan tenteram karena pemerintah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga terbentuklah suatu negara yang di kenal dengan Serambi Mekkah dimana masyarakat yang tidak kalah hidup bahagia seperti para raja. Kemakmuran Aceh pada saat itu terkenal hingga ke seluruh dunia, hingga muncul berbagai cobaan yang melanda Aceh hingga akhirnya pemerintahan yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda ditaklukkan oleh sekelompok orang-orang yang tamak yang menghancurkan kerajaan demi segenggam emas dan kekayaan yang ada di Aceh hingga Aceh mengalami keruntuhan. Sekarang kita hanya dapat mengenang sejarah yang mana bahwa Aceh dulunya tidak kalah hebat daripada kerajaan yang pernah ada di dunia.




                                                                                        
Share:

Sunday, 22 May 2016

Menikmati Indahnya Panorama Waduk Rajui

Pemandangan Waduk Rajui

       Taukah anda gambar apa diatas itu? Itu tidak asing lagi dimata masyarakat terutama di kecamatan Padang Tiji. Itu merupakan wisata terfavorit bagi masyarakat sekitarnya terutama kaum remaja. Nama tempat itu RAJUI. Tempat itu di bangun pada tahun 2010 dan selesai dikerjakan pada tahun 2012 lalu, yang bertujuan sebagai tempat penampungan air(bendungan) untuk dialiri ke sawah-sawah petani. 
         
    Waduk tersebut merupakan tipe bendungan urugan homogen yang mampu menampung air genangan sebesar 2.673.450,63 m3, dengan luas genangan mencapai 33,60 Hektare dengan tinggi bendungan 41,20 m dan air yang mengalir ke bendungan itu bersumber dari Krueng Rajui dan Alu Tanjong, Kecamatan Padang Tiji, dengan aliran 0,160-2,176 m3/detik. Waduk Rajui ini sebagai pendukung program swasembada pangan di Kabupaten Pidie. Waduk senilai Rp 99,2 M yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) tahun 2010 itu diperkirakan dapat mengairi 1000 Hektare areal sawah di Kecamatan Padang Tiji, Batee dan Sekitarnya. Tapi hingga kini belum dioperasikan karena masih menjalani masa running test yang mana itu salah satu syarat untuk operasional sebuah waduk yang berukuran besar. Waduk rajui nantinya pengoperasian di bawah kendali Dinas Sumber Daya Air, Provinsi Aceh dan dibawah pengawasan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) I di Banda Aceh, sedangkan Kabupaten Pidie hanya sebagai lokasi waduk(sumber :http://wadukrajuisigli.hol.es/information/). 

       Selesai dibangunnya Waduk Rajui itu banyak orang yang datang mengunjunginya, tujuannya bermacam-macam ada yang memancing, berkumpul sama kawan, jalan-jalan dan menikmati sunset. Kebanyakan yang datang pada sore hari karena pemandangan dengan sunset nya yang menawan. Untuk kesana saat ini masih gratis tidak ada pembelian tiket untuk masuk seperti di tempat wisata lain. Untuk menuju ke waduk rajui sangatlah mudah dan tidak terlalu jauh dari jalan nasional Banda Aceh-Medan. Kalau dari arah Banda Aceh, jalan untuk waduk rajui berada disebelah kanan setelah turunan yang disamping kirinya komplek militer Rencong Sakti. Bila sudah belok ke jalan yang dimaksud tadi, ikuti saja jalan itu sampai ke Waduk Rajui. Jalannya cukup bagus dengan pemandangan kebun masyarakat sekitar. Dari jalan Banda Aceh-Medan ke Waduk Rajui berjarak sekitar 2-3 KM dan jalan aspalnya mulus tanpa hambatan.

         Walaupun tempatnya di dalam hutan, tapi tetap ramai dengan pengunjung serta perkebunan masyarakat sekitar. Di tempat itu ada juga warung yang menjual makanan ringan serta air minum, tidak salah bila sobat-sobat yang ingin menikmati alam pegunungan bisa mendatangi tempat ini. Sobat-sobat yang ada jiwa memancing juga bisa ke waduk ini karena menurut pengamatan banyak terdapat ikan di Waduk Rajui, dan yang paling penting camera nya jangan lupa dibawa, karena itu hal paling pokok bila kita ke suatu tempat wisata untuk mendokumentasi saat-saat indah bersamanya. 


Baca Selanjutnya: MASJID RAYA BAITURRAHMAN Sebagai LANDMARKNYA ACEH

Share:

Wednesday, 30 March 2016

Perpustakaan Unsyiah Sumber Ilmu Bagi Mahasiswa



             Siapa sangka jadi mahasiswa itu tidak selalu membosankan, bagi kami yang mempunyai semangat dalam menuntut ilmu perkataan ‘membosankan’ itu hanyalah mitos. Selain adanya pendidikan terdapat pula berbagai pengalaman didalamnya. Setidaknya pendidikan dan pengalaman itu sedang aku rasakan di tempat ini yaitu Universitas Syiah Kuala(Unsyiah) salah satu kampus Jantong Hatee Rakyat Aceh. Selama aku menempuh pendidikan di unsyiah berbagai hal baru aku rasakan mulai dari pendidikan, kehidupan, pengalaman, pertemanan semua itu dapat kurasakan di Darussalam akrab dengan sebutan Kopelma (Kota Pelajar Mahasiswa) ini.
          Memasuki kawasan kopelma terlihat jelas gedung-gedung yang menjulang tinggi melewati pepohonan yang tumbuh di samping nya seakan itulah landmark daerah tersebut sesuai namanya kopelma kota untuk para pelajar. Gedung-gedung itulah tempat bagi mahasiswa yang kehausan akan ilmu berada.
            Gedung ini salah satunya. Bangunan yang begitu megah dengan warna putih menjulang tinggi ke angkasa, di kelilingi taman-taman kecil disekitarnya tempat para mahasiswa berbincang, berdiskusi, beristirahat terlihatlah seakan dia yang terbagus diantara yang bagus. Pondasinya yang kuat didukung dengan enam tiang putih besar menjulang tinggi keatap gedung  terlihat dari depan gedung berdiri kokoh dalam menanggung beban besarnya gedung tersebut. Inilah gedung itu Perpustakaan Unsyiah.

Gambar. UPT.Perpustakaan Universitas Syiah Kuala
          

        Karena penasaran merasuki otakku maka kuputuskan untuk masuk kedalamnya. Kulihat dua orang laki-laki dengan baju seragamnya berwarna coklat tua duduk ditempat parkiran sambil mengamati banyaknya sepeda motor berderet rapi diluar perpustakaan seperti gedung ini tempat favoritnya bagi mahasiswa. Aku pun melangkah diatas lantai yang berkeramik putih didepan pintu kaca hitam yang bertuliskan “Tarik” dan juga kulihat tulisan yang menempel “Buka” dipintu tersebut.
          Kutarik pintu sesuai perintah pintu tersebut dan terhembuslah angin yang begitu dingin dari Air Conditioner (AC) berkapasitas besar terletak diatap gedung menghempas wajahku dan seluruh tubuhku ah begitu dingin dan nyaman. Kulihat sekeliling begitu luas ada sederet tempat duduk untuk menunggu antrian yang panjang dilengkapi televisi dengan monitor tipisnya menenempel di dinding sebagai obat kejenuhan mahasiswa jika panjang antrian, disebelah kanan terdapat juga lemari berwarna kuning yang kuncinya bergantungan tempat mahasiswa menitipkan tas. Tak jauh dari lemari ada sebuah kantin kecil serbaguna yang menyediakan berbagai keperluan mahasiswa seperti peralatan tulis-menulis, meng-copy, serta makanan ringan sebagai pengunyahan mahasiswa saat mengerjakan berbagai tugas di dalam perpustakaan.
          Kulihat mahasiswa yang mengantri mengeluarkan kartu hijau tua yang kami sebut KTM (kartu tanda mahasiswa) dan menyerahkannya kepada penjaga wanita yang sedang duduk disana bisa di panggil kakak tidak terlalu tua dan memakai jilbab coklat serta pakaian dinasnya yang juga warna serupa dengan jilbab duduk di sebuah kursi yang tugas nya mengambil KTM, dan meng-scan kesebuah alat canggih kecil yang mengeluarkan sinar merah tepat diatas KTM dan nampak lah di komputernya data orang lengkap dengan foto yang sedang berdiri di sampingnya itu. Setelah itu disuruhnya masuk, begitulah seterusnya.
          Aku pun berada di lantai satu dimana aku bisa melihat rak buku berwarna putih berdiri dengan rapi sejajar. Terdapat enam rak buku yang memanjang kebelakang dan keenam rak tersebut bertuliskan “Ilmu Sosial” dan ada pembagian judul lagi dalam satu judul tersebut. Begitu banyak buku, bermacam-macam buku kawan sampai aku bingung mau mulai dari rak mana. Dan kulihat pula ada disebelah kanan rak terdapat beberapa kursi dan meja sebagai tempat mahasiswa ada yang membaca, menulis, dan membuka laptopnya mungkin dia lagi mencari tugasnya yang tidak terdapat di rak-rak tadi. Oh iya di perpustakaan unsyiah selain menyediakan segala jenis buku yang dibutuhkan mahasiswa juga ada tersedianya wi-fi yang bisa terhubung ke laptop maupun android mahasiswa secara gratis dan dengan mudahnya mahasiswa menemukan apa yang dibutuhkankannya melalui pencarian mbah Google katanya.
          Disebelah kiri rak terdapat tiga meja putih yang terhubung dan lengkap dengan tiga kursi yang berwarna hitam-orange. Terdapat pula di meja tersebut sekat yang membatasi antara tiga meja yang panjang tadi dengan tiga meja di depannya, tinggi sekat kira-kira diatas kepala mahasiswa jika mereka duduk. Jadi dalam satu sekat panjang terdapat enam meja dan enam kursi. Terdapat dua puluh empat meja dan dua puluh empat kursi, banyak juga mahasiswa yang duduk disini dipenuhi barang-barang mereka diatas meja. Kulihat disamping kirinya terdapat ruang baca yang sepertinya buku-buku penting dan langka susah didapat ditempat lain karena tertera tulisan diatas ruang masuk “Pinjam Singkat”. Dalam urusan pinjam-meminjam buku ada tempat peminjaman mandiri yang letaknya dilantai satu dekat tangga. Mahasiswa hanya perlu berdiri didepan mesin canggih tersebut sebesar ATM dan mengeluarkan KTM serta buku yang ingin dipinjam.
          Sesudah aku berkeliling melihat-lihat dilantai satu aku menuju lantai dua melalui tangga sebelah kanan dan dekat tangga ada struktur organisasi perpustakaan yang tertempel di dinding lengkap dengan jabatan dan foto mereka yang bertugas di perpustakaan. Pas letaknya nya di sebelah kiri tangga terdapat ruang kecil yang menyediakan berbagai aksesori, baju, topi, dan berbagai barang yang berhubungan dengan seni karya mahasiswa terdapat disana, sangat kreatif.
          Setelah kakiku menyentuh lantai dua kulihat suasana beda, ruangannya begitu luas. Terdapat banyak kursi dan meja, disamping meja dan kursi terdapat lima belas rak yang berderet begitu rapi yang memanjang ke belakang. Di rak lantai dua terdapat perbedaan judul dengan rak lantai satu. Di rak lantai dua buku lebih dominan ke Teknologi baik di pertanian, teknik, kedokteran dan masih banyak lainnya. Terdapat juga ruang senyap suara jika ada mahasiswa yang ingin berdiskusi maka disinilah tempatnya, sebesar apapun suara didalam ruang ini tidak akan terdengar keluar. Dan disamping ruang senyap suara terdapat musolla agak jauh kedepan terdapat toilet. Perpustakaan unsyiah memiliki tiga lantai jadi aku tidak ingin berlama-lama di lantai dua aku pun melangkah naik ke lantai tiga.

Gambar. Mahasiswa sedang belajar di salah satu ruangan pustaka
          

         Cukup menantang bagi ku untuk sampai ke lantai tiga dengan cara menaiki tangga sebuah olahraga kecil yang menyehatkan, hanya saja hari ini tidak terburu-buru tidak harus mengejar waktu jadi bisa santai. Di ruangan ini terlihat rak dimana-mana seperti ruangan yang begitu penting dan terletak paling atas diatas ruangan yang lain. Aku mengambil satu buku yang terletak diatas rak yang berderet rapi kubaca nama pengarangnya tere-liye ahh betapa beruntungnya disinilah terdapat berbagai buku yang ingin kubaca. Ada beberapa novel terdapat di rak ini hanya saja terbatas jumlahnya. Di samping kanan rak terdapat ruangan yang serba korea lengkap baju, buku, sepatu dan berbagai macam aksesori yang dominannya korea.
          Akupun berbalik kulihat kedepan sebelah kiriku skripsi yang tersusun rapi diatas rak. Dan disebelah kananku ada seorang  petugas wanita yang duduk di sebuah kursi seperti sedang menunggu tamu penting lengkap dengan buku tamu terletak diatas meja dihadapannya. Wanita itu separuh baya memakai baju dinas kuning-kecoklatan dan berjilbab coklat menambah kesan orang selalu menjaga kerapiannya. Aku melangkah kedalam ruangan tersebut setelah mengisi buku tamu itu dengan data nama, fakultas dan tujuan akupun masuk dan kulihat Jurnal dari tangan-tangan alumni unsyiah berderet rapi diatas rak. Kuambil satu sesuai jurusanku coba memahami jurnal itu, setelah sesaat kubaca seakan aku ingin menemui langsung si penulis jurnal dan menyuruhnya mengajariku, dalam hatiku berkata: begitu pintarnya dia.
          Begitu luas perpustakaan unsyiah butuh waktu lama untukku bisa berkeliling melihat-lihat seluruh isinya. Aku pun turun dan di lantai dua kulihat seorang laki-laki bisa dipanggil bapak-bapak dengan baju batik kuningnya serta celana hitam kainnya dilengkapi kaca mata di wajahnya yang menambah kesan pintar dari bapak tersebut, dia berjalan sambil memberikan senyuman ramahnya ke pada para mahasiswa yang lewat, beliaulah Kepala UPT. Perpustakaan Unsyiah Dr. Taufiq Abdul Gani M.Eng, Sc. Beliau menjabat sebagai kepala perpustakaan unsyiah dari periode 2012 sampai sekarang. Selama jabatannya sebagai kepala beliau telah melakukan banyak hal dan memberi perubahan terhadap perpustakaan unsyiah. Menurut hasil tim pantauan di lapangan tercatat mulai 1 Oktober 2015 pengungjung ke pustaka unsyiah mencapai 2.461 per harinya. Ini merupakan rekor baru bagi UPT. Perpustakaan Unsyiah sejak didirikannya 46 tahun yang lalu (Sumber: http://library.unsyiah.ac.id/). Hanya ada tiga kata dariku: hebat, lengkap dan gratis. Gratis. Iya kata yang tepat. Masuk kedalam gedung megah itu hanya berbebekal dengan KTM. Dan jika tidak ada KTM bagi mahasiswa lain yang bukan mahasiswa unsyiah ataupun masyarakarat umum harus ada KTP sebagai data diri untuk bisa masuk kedalam.
          Akupun terus berjalan dan membuka pintu kaca hitam yang berdiri tegak di hadapanku. Tepat berdiri di depan gedung pustaka matahari kembali bisa menyengatku dengan sinarnya setelah sekian lama aku berlindung di bawah atap gedung bertiang ini. Sambil memandang gedung megah itu aku berkata dalam hati: bagaimana bisa gedung yang dari luarnya terlihat sepi dan tak berpenghuni tapi didalamnya begitu ramai sangat ramai dipenuhi berbagai macam orang dari berbagai pelosok yang ada di kopelma ini, setelah berpikir agak lama dan karena telah turut hadir kedalam pustaka aku hanya bisa menjawab: karena yang hilang dan yang dicari serta yang diperlukan bersemanyan didalam perut gedung megah ini.
         
         



         
         
           

          
Share:

Thursday, 11 February 2016

Berpetualang di Gunoeng Peut Sagoe


            Sekelompok pemuda yang suka travelling kali ini ingin mendaki ke sebuah puncak gunung yang begitu jauh perjalanannya, sehingga membutuhkan bekal yang cukup untuk bisa ke tempat tujuan. Karena waktu yang dibutuhkan ke gunung diperkirakan sekitar satu minggu, tidak mengherankan jika gunung itu tidak terlalu banyak orang yang berwisata. Apalagi jalannya hutan belantara dan penuh pendakian jadi menuju kesana hanya bisa dengan berjalan setapak demi setapak.
            Sekilas dilihat dari namanya Gunoung Peuet Sagoe (Gunung Empat Segi) bukan bentuknya yang empat segi, gunung tersebut tetap seperti gunung pada umumnya hanya saja namanya yang unik.        
Setelah kesepakatan, tepat pada tanggal 26/01/2014 kami pun berangkat dengan jumlah anggota kurang lebih 27 orang dan semua anggota yang menjelajah lelaki.
          
           Semua bekal dan alat maupun barang yang dibutuhkan dipersiapkan, tidak terkecuali tenda. Karena sebagai tempat penginapan maka tenda barang primer yang wajib ada. Berhubung kelompok kami tidak ada tenda maka terpal pun jadi sebagai tempat penginapan kami, dan sesuai perjanjian sebelum berangkat nanti di perjalananan menuju gunung tenda wajib dibawa bergiliran dan pasti itu sangat melelahkan. Tapi apapun itu kami tetap ikut, karena travel sejati itu tidak ada kata menyerah kami mencoba.
            Dari 27 orang terbagi ke dalam kelompok. Seperti kami dinamakan kelompok Anggota 10 karena berjumlah 10 orang, dan kelompok kami termuda dari kelompok lainnya nama kelompok bermacam-macam dan tentunya unik sulit di sebutkan karena menggunakan bahasa daerah. Walaupun kami ada kelompok masing-masing tetapi rasa kepedulian satu sama lain tidak hilang dan kekompakan pun tetap ada.


            Perjalanan pun dimulai pada pagi hari menggunakan sepeda motor. Dalam perjalanan terlihatlah dari jauh bukit-bukit tinggi yang begitu hijau penuh pohon-pohon rindang yang mungkin dijaga dengan baik oleh masyarakat sekitar, hawa dingin pun terasa penuh dengan oksigen yang segar dan sawah-sawah yang terbentang luas sekitar jalan tempat yang terkenal dengan beras enaknya disinilah kami tempat yang namanya Tangse, Pidie, Aceh.
Kami menempuh perjalanan sekitar dua jam, dan berhenti untuk shalat zuhur dan makan siang. Dan dilanjutkan lagi hingga sampai ke kampung terakhir tepat di kecamatan Geumpang dan ke rumah seseorang sebagai penunjuk arah jalan selama perjalanan. Karena ini baru pertama kali nya kami mendaki gunoung peuet sagoe, maka dibutuhkan pembawa jalan yang sudah pernah mendakinya supaya kami tidak tersesat dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Pendakian pertama dimulai dengan menggunakan sepeda motor, kami terus berjuang disini menghindar dari batu-batu kecil dan besar baik yang berserakan maupun yang tertanam didalam tanah dan ditambah hujan semakin sulit dalam menaiki puncak tersebut, ini masih perjalanan paling mendasar tapi begitu sulit. Karena sulit itu bukan pilihan maka kami pun tetap melanjutkan petualangannya.
Setelah melewati beberapa kesulitan, terpaksa para penumpang diturunkan termasuk aku yang harus menaiki puncak yang tinggi dengan jalan bebatuan di tambah hujan dan sambil membawa terpal sebagai tempat inap anggota kami.
Dan tepat pada waktu magrib kami sampai di titik peristirahatan pertama yang orang disekitar itu menyebutnya dengan nama Wee Keubeu (Kandang Kerbau). Tapi sebelum menginap kami pernah melanjutkan perjalanan menggunakan mobil hunter yang tersedia disana, tapi sayang setelah berjalan beberapa kilo perjalanan dalam gelapnya malam jalannya tidak bisa dilewati mobil tersebut dikarenakan terhalang dengan  pohon yang tumbang diatas jalan akibat ulah gajah liar. Kami pun berbalik ketempat semula. Dan setiap kelompok sudah sibuk mempersiapkan tenda, dapur, ada sebagian yang mencari kayu bakar dan berbagai macam kegiatan lainnya.
Pagi-pagi sudah terbangun guna melaksanakan yang wajib dulu lalu mempersiapkan sarapan sebagai energi untuk terus bisa melanjutkan perjalanan, karena ini masih terlalu jauh kami pun melanjutkan perjalanan lagi dengan melangkah setapak demi setapak.
Setelah berjalan sekitar beberapa jam, kami pun memilih untuk beristirahat dulu sambilan menunggu kawan-kawan yang tertinggal dibelakang. Selama perjalanan ini tidak terlalu sulit dikarenakan jalannya yang datar tidak ada pendakian, kendala hanya melawan panas dan agak kelelahan.

 Setelah semua terkumpul, kami pun melanjutkan lagi perjalanannya. Kaki pun tergerakkan lagi melewati hutan yang penuh dengan tumbuhan sejenis paku yang hijau dan semak belukar. Orang yang membawa jalan berada didepan dengan parang di tangan kanannya guna memotong semak belukar yang menghalangi jalan kami.
         Setelah berjalan sekitar satu jam kami pun sampai di tempat yang di namakan SP Satu. Begitulah orang disana menyebutkannya, SP itu seperti sebuah wilayah pada zaman dulu yang terdiri atas penduduk yang hidup disana. Tetapi tidak berpenghuni lagi hanya terdapat beberapa bangunan yang sudah roboh termasuk menasah sebagai tempat beribadahnya orang disana. Aku tau sedikit informasi yang bahwa SP itu bukan hanya satu saja tetapi ada SP Empat dan SP Lima hanya saja jarak antara satu SP dengan SP lain berjauhan dibutuhkan waktu berjam-jam untuk bisa menemukan SP lainnya. 
         Jarum jam sudah menunjukkan angka 11.54 WIB, sesudah melihat-lihat keadaan di SP Satu perjalanan pun dilanjutkan. Panas yang menyengat sangat terasa di kulit, masing-masing kami membuka minuman lalu meminumnya. Jalannya mulai ada tanjakan dan tumbuhan pun semakin banyak menghalangi jalan yang kami tempuh seolah-olah mereka tidak membiarkan kami melanjutkan perjalanan. Terpal yang di bawa pun semakin memperberat beban, walaupun begitu kami saling bergantian membawanya. Terkadang ada juga bekas kaki gajah yang juga melewati jalan yang sedang kami tempuh, terbukti terdapat fesesnya serta banyak tumbuhan yang sudah patah dan mati akibat diinjaknya ini memudahkan kami melewati jalannya dikarenakan tidak perlu di ptong lagi semak belukar yang menghalangi jalan.
         Dan setelah berjalan sekitar empat jam dari SP Satu akhirnya pada pukul 15.52 WIB tiba juga di tempat peristirahatan kedua yang dinamakan SP Empat. Disinilah kami bermalam dan melanjutkan perjalanan esok harinya. Kebetulan ada sebuah bangunan yang sudah hancur dindingnya hanya tersisa puing-puing dan atap yang masih lumayan bagus bisa dijadikan tempat penginapan.
         Setelah beristirahat sejenak, kami pun mencari sumber air karena itu yang terpenting. Bekal pun semakin sedikit karena dimanfaatkan pada saat perjalanan  pertama hingga sampai di SP Empat termasuk air. Ternyata mudah air didapat, karena bangunan ini dulunya tempat tinggal orang pasti ada sumur di sekitarnya, terbukti di belakang bangunan terdapat sebuah sumur yang bisa dimanfaatkan. Sebelum ditemukannya sumur dibelakang bangunan, kami satu anggota mengambil air di sebuah parit bisa dibilang begitu karena tidak terlalu besar airnya pun sedikit, dan perjalanan kesanapun memakan waktu agak lama.
         Tapi kami harus tetap pergi karena air sangat dibutuhkan untuk segala hal termasuk memasak. Tugas pun sudah dibagi, sebagian mencuci beras adapula yang mencari kayu bakar, menyiapkan dapur, mengambil air serta mempersiapkan bahan untuk memasak kuah dan ikan seperti mengiris bawang dan hal lainnya pokoknya semua bekerja itulah kami kelompok Anggota 10.

          Setelah semua siap, kami pun makan bersama-sama. Karena malam ini kami menginap, berarti masih ada kesempatan untuk melihat-lihat tempat yang kami sedang singgah ini. Aku pun pergi bersama kawan Anggota 10 dalam hutan rimba ini yang penuh dengan tumbuhan kehijauan, sangat terasa udara yang begitu segar dan pastinya bebas polusi.
            Malam pun telah tiba. Semua kelompok sibuk mempersiapkan tenda masing-masing. Kami pun begitu sibuk membuat tenda dari terpal dan akhirnya siap juga yang bisa dihuni anggota lebih dari 10 oang hebat bukan, tidak sia-sia kami membawanya walaupun agak merepotkan. Sedangkan anggota lainnya memasak untuk makan malam dan adapula yang memasak air sebagai minuman kami disaat nongkrong bareng sebelum tidur dan dikarenakan disinipun suhunya dingin maka minuman panas cocok menemani malam kami.
            Hari ini tanggal 28/01/2014 berarti kami sudah tiga hari dua malam berada di hutan rimba ini, dan seperti biasa pagi-pagi kami bangun untuk shalat shubuh berjamaah, pagi ini sangat terasa dinginnya seumpama es yang mencair. Selesai sudah semua urusan pada pagi ini, kurang lebih pada pukul 08.00 WIB kami melanjutkan lagi perjalanan.
            Pada saat melewati jalan kali ini kami menemukan petualangan yang sebenarnya. Seakan-akan beban yang sedang aku bawa, mau aku buang semua biar agak ringan bebanku sebegitulah lelahnya perjalanan kali ini. Bagaimana tidak, kami harus melewati berjam-jam lamanya dan jalannya pun tidak mudah selalu ada pendakian. Tanjakannya begitu tinggi dan ketika turun pun harus sangat berhati-hati, kami juga melewati beberapa anak sungai yang memisahkan antara satu bukit dengan bukit lainnya. Masalah utama bukan sulitnya perjalanan, tetapi bekal kami semakin sedikit terutama air minum. Ketika kami melewati anak sungai, dengan modal hanya botol aqua kosong kami mengambil air ditempat tersebut sebagai minuman kami agar tidak dehidrasi. Begitu lelah dan lapar inilah yang cocok dinamakan dalam perjalanan yang begitu jauh dan sulit. Apapun mau dimakan asalkan makanan dan pastinya bisa mengenyangkan perut.
Sudah sekitar tiga jam lebih kami melewati hutan ini tapi tidak ada tanda-tanda terlihat Gunoung Peuet Sagoe. Untuk bisa melanjutkan perjalanan lagi kami butuh istirahat sebentar. Semua cemilan yang dibawa kami keluarkan seperti roti biskuit. Hanya sekali buka dalam hitungan detik habis semua, karena energi sudah digunakan dalam perjalanan sebelumnya jadi membutuhkan energi baru untuk bisa melanjutkan perjalanan lagi.
Kami melanjutkan perjalanan lagi, walaupun masih harus beristirahat beberapa saat di beberapa tempat sekitar pukul 17.00 WIB kami sampai ditempat peristirahatan ketiga dan gunung yang dituju pun sudah tampak terasa begitu dekat. Karena seharian melakukan perjalanan kami pun memilih untuk menginap ditempat ini. Semua barang yang dibawa diletakkan di suatu tempat yang mana itu tempat masing-masing kelompok.
  Untuk air disini gampang karena ada anak sungai, hanya saja untuk mendapatkannya perlu turun beberapa meter dari tempat penginapan. Pada malamn hari sangat terasa udara dinginnya lebih dingin ditempat ini dibandingkan di tempat penginapan sebelumnya SP Empat. Kami pun memakai jaket ditambah lagi sebo serta melilitkan sarung di leher agar dapat menghangatkan badan. Tidak lupa pula memasak air untuk membuat kopi karena malam hari memang tradisi kami dalam hal ini. Banyak pohon serta ranting kayu yang sudah tumbang dan mati sehingga bisa kami manfaatkan sebagai kayu bakar guna memasak. Terpal pun sudah siap dihuni sangat bagus untuk dijadikan tenda karena bisa di huni lebih dari sepuluh orang itu menandakan satu terpal bisa membantu orang banyak dalam penginapan. Terpal yang kami bawa ini bukan terpal biasa karena bentuknya sudah dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan tenda.
            Pagi hari ini tanggal 29/01/2014 begitu cerah, walaupun matahari tidak tampak di depan mata bisa dilihat dari awan yang putih dan langit biru cerah. Pagi hari ini malas untuk bangun, suhunya mencekam badan begitu dingin. Apapun yang sudah kami usahakan untuk menghangatkan tubuh sepertinya sia-sia. Bayangkan saja minyak goreng yang kami bawa membeku layaknya mentega mungkin lebih keras ini. Entah berapa derajat celcius suhu disini yang membuat tangan selalu memeluk badan yang mengigil. Aku pun turun dari pendakian menuju anak sungai guna membasuh muka. Air yang mengalir disela-sela bebatuan yang banyak terdapat di anak sungai tersebut begitu dingin, sangat dingin. Seakan dinginnya itu masuk lewat kulit menembus kedalam tulang. Aku pun tetap melanjutkan membasuh mukaku walaupun badanku menggigil karena kedinginan. Pemandangan ditempat ini begitu indah, terdapat banyak pohon yang tumbuh tinggi dan rimbun serta kicauan burung yang asik terbang berkeliling mencari makanan.
            Aku pun mendaki ketempat penginapan, kulihat anggota kelompok lagi memasak untuk sarapan pagi ini. Sarapan kali ini telur di goreng serta mie sebagai kuahnya. Kami menyantap dengan lahap bersama-sama dengan ramai begini makan pun jadi lahap dan bersemangat.
            Setelah semua beres, kami menuju ke anak sungai untuk mandi dan mencoba dinginnya air di tempat ini. Begitu segar. Sangat cocok ketempat ini lagi panas-panas guna mendapatkan kesegaran baru.
            Setelah semua berkumpul ditempat penginapan sekitar pukul 09.00 WIB diberitakan kepada kami semua yang bahwa semua anggota harus pulang hari ini, alasannya bekal tidak cukup takutnya cukup bekal sampai ketempat tujuan dan tidak mencukupi nanti disaat pulang karena perjalanan masih jauh mungkin ada penginapan lagi.
Mendengar hal itu tidak sedikit orang yang kecewa, padahal kami sudah berusaha sejauh ini tetapi harus pulang tanpa melihat indahnya pemandangan di Gunoung Peuet Sagoe. Tapi kami tidak bisa melakukan apa-apa hanya mematuhi apa yang di katakan pemimpin jalan kepada kami karena bekal pun sangat dibutuhkan dalam perjalanan tanpa itu kami bisa saja mati kelaparan ataupun bisa kehausan didalam hutan rimba ini. Tapi kami berjanji akan kembali lagi ketempat ini sampai tujuan ke Gunoeng Peuet Sagoe dengan bekal yang cukup.
Semua barang serta peralatan yang dibawa dimasukkan kedalam ransel masing-masing. Dan setelah siap semua kami pun berbalik arah untuk pulang. Disaat perjalanan pulang kami tidak lagi merasa kesulitan walaupun masih ada pendakian karena arah jalan sudah teringat tinggal berjalan setapak demi setapak.
Kami menempuh perjalanan seharian dan tiba akhirnya di tempat penginapan terakhir sekaligus penginapan semula SP Empat sekitar pukul 16.30 WIB. Disinilah tempat penginapan terakhir kami sebelum kami pulang.
Karena kelelahan seharian berjalan tidurpun begitu nyenyak. Semua anggota kelompok kami tertidur di dalam tenda yang kami ikatkan kesatu tiang ketiang lainnya yang terdapat di bangunan roboh disana.
Hari ini tanggal 30/01/2014 yang berarti sudah lima hari kami hidup didalam hutan rimba ini dengan bekal berkecukupan dan waktu pulang pun tiba. Pagi-pagi sudah dibangunkan untuk bersiap-siap pulang. Setelah semua urusan selesai sekitar pukul 08.00 WIB kami melanjutkan perjalanan pulang. Setelah melewati berbagai keadaan jalan ada yang mendaki, berjalan lewat semak belukar, dan setelah beristirahat sejenak di beberapa tempat kami pun tiba di tempat penginap pertama dan melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor yang sudah menunggu selama lima hari lamanya. Pada pukul 14.00 WIB kami semua sampai di kampung Geumpang, dan singgah ke rumah orang yang membawa arah jalan sebagai ucapan terimakasih dan meminta izin untuk pulang. Yang tidak beres pun dibereskan di kampung ini seperti ban bocor dan juga rantai honda yang terputus tidak bisa tersambung lagi.
            Setelah semua siap, kami berangkat pulang ke kampung halaman. Selama dalam perjalanan ada di beberapa tempat yang kami singgah untuk melihat-lihat. Walaupun Gunoung Peuet Sagoe tidak tercapai selama lima hari perjalanan kami tidak merasa putus asa karena dalam hal ini banyak pengalaman dan pelajaran baru yang kami dapatkan, baik itu kekompakan, kepedulian, kebahagiaan, kesulitan, rintangan semua yang mungkin tidak aku sebutkan ada kami rasakan disini. Kami adalah pemuda yang memilih berpetualang yang susah dan sulit untuk dijangkau karena ingin mendapatkan hal seperti itu dan yang penting bukan hanya sekedar berfoto.
            Kami pun mengucap selamat tinggal Gunoung Peuet Sagou untuk sementara waktu, karena perjalanan kami menuju ketempat mu tidak berakhir hari ini. Kami akan melanjutkan lagi dengan bekal yang cukup dan waktu yang tepat. Hari itu pasti akan tiba, tunggu saja. (Ronny)
 
             
Share:
Powered by Blogger.

Kunjungi Profil Lengkap Saya