Sejarah
Indonesia
mempunyai suku, bahasa, serta budaya yang beragam. Dari wilayah indonesia timur
hingga ke barat serta utara sampai ke selatan mempunyai suku, bahasa, dan
budaya yang berbeda-beda, jadi terkumpul lah berbagai macam suku, berbagai
macam bahasa dan begitu pula dengan budaya itulah yang membuat negara indonesia
kaya, bukan hanya karena sumber daya alamnya yang melimpah akan tetapi kaya
akan juga budayanya.
Diwilayah
ujung utara pulau sumatera indonesia yaitu Nanggroe Aceh Darussalam ada suatu
tradisi yang mulai dilakukan dari zaman kerajaan aceh sampai dengan sekarang
yang disebut dengan sebutan Meugang atau Makmeugang.
Meugang
yaitu tradisi dimana menyembelih hewan qurban sapi dan kambing yang dilakukan
tiga kali dalam setahun yakni bulan ramadhan, hari raya idul fitri dan hari
raya idul adha. Selain sapi dan kambing, masyarakat aceh juga menyembelih ayam
dan bebek pada hari meugang, ini dilakukan bagi masyarakat yang kurang suka
akan daging dan harga daging yang terlalu mahal. Di desa, meugang dilakukan
satu hari sebelum bulan ramadhan dan hari raya, sedangkan dikota dua hari
sebelum bulan ramadhan dan hari raya.
Tradisi
meugang di Aceh sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu dimulai sejak
masa Kerajaan Aceh. Kala itu (1607-1636 M), Sultan Iskandar Muda memotong hewan
dalam jumlah banyak dan dagingnya dibagikan secara gratis kepada seluruh
rakyatnya. Hal ini dilakukan oleh beliau sebagai rasa syukur atas kemakmuran
rakyatnya dan sebagai rasa terimakasih kepada rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh
ditaklukkan oeh Belanda pada tahun 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan
oleh Raja. Namun, karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat
Aceh, maka meugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun(sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Meugang).
Cara
Mendapatkan Daging
Di Aceh, saya
misalkan di pasar Padang Tiji, Kab. Pidie pada hari meugang kondisi pasar ramai
oleh pengunjung dimulai dari subuh sampai dengan siang. Daging yang dijual
berupa daging kerbau, sapi dan kambing. Kita bisa melihat daging yang sudah
dikuliti bertumpukan diatas meja dan juga digantung-gantung. Sepanjang jalan
berderet orang mejual daging dan menawarkan kepada para pembeli agar mau
membelikan dagangannya. Para pembeli pun sibuk memilih daging-daging yang bagus
untuk dibeli. Komunikasi antara pedagang dan pembeli tak ada habisnya, kita
bisa dengar keriyuhan pasar pada hari meugang dimana orang bersuara tak ada
yang diam demi mendapatkan setumpuk daging yang berkualitas yang akan dibawa
pulang kerumah untuk keluarganya.
Sekarang
kita tahu harga daging sangat mahal berkisar antara Rp 170.000/kg – Rp
180.000/kg, tapi apalah dikata walaupun harganya tidak sesuai dengan isi
kantong masyarakat Aceh tetap rela berdesak-desakan dipasar demi mendapatkan
setumpuk daging untuk keluarganya. Karena pada hari meugang tersebut masakan
daging dirumah kewajiban bagi masyarakat Aceh.
Selain
daging di beli ada juga hasil qurban dari orang-orang mampu yang disembelih dan
khusus dibagikan untuk orang-orang fakir miskin. Inilah yang membantu
orang-orang yang tidak sanggup membeli daging, dengan bahagia dapat juga
merayakan hari meugang seperti yang dilakukan orang lain.
Memasak
daging
Daging yang telah dibeli dimasak
dengan berbagai macam masakan, seperti rendang. Makanan khas indonesia ini telah
diakui dunia sebagai makanan terenak mengalahkan makanan lainnya. Rendang
sendiri adalah masakan daging bercitarasa pedas dengan campuran bumbu dan
rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan
berulang-ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya
sekitar empat jam). Selain rendang masih banyak masakan lainnya dari daging
yang telah dibeli. Namun daging-daging yang telah didapat tidak semua dimasak
sekaligus, ada namanya pengawetan daging yaitu dendeng. Masyarakat Aceh
menyebutnya dengan sie tho (daging
kering). Pengawetan ini dilakukan dengan cara mentaburi garam dan dijemur yang
menghasilkan daging berasa asin.
Setelah daging meugang selesai
dimasak, maka anggota keluarga berkumpul dan menyantap hasil masakan berbagai
macam olahan daging. Tentu saja hari meugang tersebut adalah hari berbahagia
bersama keluarga dan kerabat, karena disuguhkan masakan istimewa.
Nilai
Religius
Meskipun daerah Aceh sangat
kental dengan nilai religiusnya, tradisi meugang bukanlah murni ajaran Islam,
akan tetapi ia merupakan sebuah aplikasi pengamalan Islam dalam
bentuk budaya. Melaksanakan tradisi meugang bukanlah sebuah kewajiban,
akan tetapi merupakan sebuah keharusan bagi orang Aceh yang mesti dilaksanakan.
Untuk meyakinkan bahwa tradisi meugang ini adalah sebuah tafsir agama, kita
dapat melihat beberapa hal yang melatar belakangi adanya tradisi meugang, yaitu
(1) Meugang dilaksanakan menyambut bulan puasa, hari raya idul fitri dan hari
raya idul adha. (2) Meugang dimanfaatkan bagi orang dermawan untuk bersedekah.
(3) Meugang menjadi bentuk silaturrahmi antara keluarga dan kerabat(sumber :http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2294/tradisi-meugang).
Tradisi meugang di Aceh salah
satu tradisi yang unik yang telah dilakukan sejak lama. Meugang sendiri membawa
dampak positif bagi masyarakat sekitar Aceh. Berbagai keadaan berubah menjadi
lebih baik di hari meugang tersebut. Baik itu kebersamaan bersama keluarga,
bersedekah kepada yang membutuhkan dan masih banyak keadaan yang membahagiakan.
Kita bisa melihat pada hari meugang suasana begitu ramai serta kita pun dapat
merasakan ikut dalam keramaian tersebut. Dihari-hari lain kita tidak pernah merasakan
bagaimana mencicipi masakan daging bersama-sama dengan keluarga tapi dihari
meugang kita bisa mendapatkan momen tersebut. Dan bagaimana kita bisa melihat
para fakir miskin dapat merasakan setumpuk daging dari tetangga maupun
kerabatnya yang di sedekahkan untuknya agar mereka satu keluarga juga bisa
merasakan suasana meugang bukan hanya mencium aroma masakan dari tetangga saja
tetapi ikut memasak dan makan bersama keluarga seperti keluarga umumnya di
Aceh.
Dengan adanya tradisi meugang
ini, kehidupan masyarakat Aceh makmur. Dikarenakan dalam bulan tertentu
masyarakat dapat mencicipi daging walaupun hanya tiga kali dalam setahun. Masyarakat
Aceh sendiri sangat senang dengan tradisi meugang, bisa kita lihat walaupun
harga daging melonjak drastis meugang tetap terlaksana tidak ada kata berhenti.
Semoga tradisi ini terus berlanjut sampai tidak ada kata berhenti, karena
tradisi meugang ini memiliki nilai-nilai religius dan sosial yang tinggi yang
tidak terdapat pada tradisi lainnya.
0 comments:
Post a Comment