Bila India punya Taj Mahal,
Thailand ada Prasat Hin Phimai dan Durban dengan Kastil Stratford-nya sebagai
simbol cinta kasih, di Banda Aceh ada Gunongan. Gunongan artinya gunung,
bangunan berupa gunungan yang dipersembahkan Sultan Iskandar Muda kepada
permaisurinya Putri Kamaliah dari Negeri Pahang, Malaysia. Putri Kamaliah atau
lebih dikenal dengan Putroe Phang diboyong Sultan Iskandar Muda ke Aceh setelah
menaklukkan Pahang, Malaysia. Saking cintanya pada permaisuri dari Pahang,
Sultan Iskandar Muda memenuhi permintaan Putroe Phang dan membuatkan baginya
taman sari.
Pada masa
itu, pada tahun 1613 dan tahun 1615 melalui penyerangan dengan kekuatan
ekspedisi Aceh 20.000 tentara laut dan darat, Sultan Iskandar
Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di
Semenanjung Utara Melayu. Sebagaimana tradisi pada zaman dahulu, kerajaan yang
kalah perang harus menyerahkan glondong pengareng-areng (rampasan perang),
upeti dan pajak tahunan. Di samping itu juga harus menyerahkan putri kerajaan
untuk diboyong sebagai tanda takluk. Putri boyongan itu biasanya diperistri
oleh raja dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan dari kerajaan yang
ditaklukkannya, sehingga kerajaan pemenang menjadi semakin besar dan semakin
kuat kedudukannya. Penaklukan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Semenanjung
Melayu berpengaruh besar terhadap diri Iskandar Muda. Putri boyongan dari
Pahang yang sangat cantik parasnya dan halus budi bahasanya membuat Sultan
Iskandar Muda jatuh cinta dan menjadikannya sebagai permaisuri. Demi cintanya
yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda bersedia memenuhi permintaan
permaisurinya untuk membangun sebuah taman sari yang sangat indah, lengkap
dengan Gunongan sebagai tempat untuk menghibur diri agar kerinduan sang
permaisuri pada suasana pegunungan di tempat asalnya terpenuhi.
Bagian-bagian
Gunongan
Gunongan adalah bagian dari suatu kompleks yang lebih luas,
yaitu Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman istana. Di kompleks ini
sekarang hanya tersisa empat buah bangunan, yaitu (1) Gunongan itu
sendiri; (2) Leusong (lesung batu) terletak di kaki Gunongan; (3) Kandang,
sebuah bangunan empat persegi di bagian utara di arah timur laut sepanjang
sungai Krueng Daroy; dan (4) Pinto Khop adalah sebuah pintu gerbang berbentuk
kubah yang dulunya menghadap istana dan menghubungkan taman dengan alun-alun
istana. Hanya anggota keluarga istana kerajaan yang diizinkan melewati pintu
gerbang ini. Adapun detail dari bagian dari Taman Sari Gunongan itu adalah :
1) Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter, menggambarkan
sebuah bunga yang dibangun dalam tiga tingkat. Tingkat pertama terletak di atas
tanah dan tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan.
Keseluruhan bentuk Gunongan adalah oktagonal (bersegi delapan). Serambi selatan
merupakan lorong masuk yang pendek, tertutup pintu gerbang yang penyangganya
sampai ke dalam gunung.
2) Penterana merupakan batu berukir berupa kursi bulat
berbentuk kelopak bunga yang sedang mekar dengan lubang cekung di bagian
tengah. Kursi batu ini berdiameter 1 m dengan arah hadap ke utara dengan tinggi
50 cm. Sekeliling penterana batu berukir berhiaskan arabesque berbentuk motif
jaring atau jala. Penterana batu berukir berfungsi sebagai tahta tempat
penobatan sultan.
3)Kandang Baginda merupakan sebuah lokasi pemakaman
keluarga sultan Kerajaan Aceh, di antaranya makam Sultan
Iskandar Tsani (1636-1641) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda
(1607-1636) dan istri Sultanah Tajul Alam (1641-1670). Bangunan kandang berupa
teras dengan tinggi 2 m dikelilingi oleh tembok dengan ketebalan 45 cm dan
lebar 18 m. Bangunan ini dibuat dari bahan bata berspesi kapur serta berdenah
persegi empat dengan pintu masuk di sisi selatan.
4) Medan Khairani merupakan sebuah padang luas di sisi barat
Taman Ghairah yang pernah dihiasi dengan pasir dan kerikil yang dikenal dengan
nama sebutan kersik batu pelinggam. Sebagian besar lahannya kini digunakan
sebagai Kerkoff, kompleks makam Belanda yang juga disebut Pocut. Kompleks makam
ini digunakan untuk mengubur prajurit Belanda yang gugur dalam Perang Aceh pada
tahun 1873-1902.
5) Balai merupakan bangunan yang banyak dibangun di dalam
Taman Ghairah. Dalam Bustan as Salatin diuraikan mengenai lima unit balai
dengan halaman pada tiap-tiap balai beserta teknik pembangunan dan kelengkapan
ragam hiasnya. Balai merupakan bangunan panggung terbuka yang dibangun dari
kayu dengan fungsi yang berbeda-beda. Balai-balai tersebut antara lain Balai
Kambang tempat peristirahatan, Balai Gading tempat kenduri dilaksanakan, Balai
Rekaan Cina tempat peristirahatan yang dibangun oleh ahli bangunan dari Cina,
balai keemasan tempat peristirahatan yang dilengkapi dengan pagar keliling dari
pasir, dan Balai Kembang Caya. Namun, dari balai-balai yang disebutkan tersebut
tidak satu pun yang tersisa.
6) Pinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) secara bebas dapat
diartikan sebagai pintu mutiara keindraan atau kedewaan/raja-raja. Di dalam
Bustan as Salatin disebut dengan Dewala. Gerbang ini dikenal pula dengan
sebutan Pinto Khop, merupakan pintu penghubung antara istana dengan Taman
Ghairah. Pintu Khop ini terletak pada sebuah lembah sungai Darul Isyki. Dugaan
sementara, tempat ini merupakan tebing yang disebutkan dalam Bustan as Salatin
dan bersebelahan dengan sungai tersebut. Dengan adanya perombakan tata kota Banda
Aceh dewasa ini, kini pintu tersebut tidak berada dalam satu kompleks dengan
Taman Sari Gunongan. Bangunan pintu Khop dibuat dari bahan kapur dengan rongga
sebagai pintu dan langit-langit berbentuk busur untuk dilalui dengan arah timur
dan barat. Bagian atas pintu masuk berhiaskan dua tangkai daun yang disilang,
sehingga menimbulkan fantasi (efek) stiliran figur wajah dengan mata dan hidung
serta rongga pintu sebagai mulut.
Lokasi
Gunongan yang
berlokasi di Banda Aceh tepatnya di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman
merupakan bukti sejarah Aceh pernah berjaya pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Kehidupan masyarakat yang begitu makmur dan tenteram karena
pemerintah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga terbentuklah suatu negara
yang di kenal dengan Serambi Mekkah dimana masyarakat yang tidak kalah hidup
bahagia seperti para raja. Kemakmuran Aceh pada saat itu terkenal hingga ke
seluruh dunia, hingga muncul berbagai cobaan yang melanda Aceh hingga akhirnya
pemerintahan yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda ditaklukkan oleh sekelompok
orang-orang yang tamak yang menghancurkan kerajaan demi segenggam emas dan
kekayaan yang ada di Aceh hingga Aceh mengalami keruntuhan. Sekarang kita hanya
dapat mengenang sejarah yang mana bahwa Aceh dulunya tidak kalah hebat daripada
kerajaan yang pernah ada di dunia.
Baca Selanjutnya: Menikmati Indahnya Panorama Waduk Rajui
0 comments:
Post a Comment