Tuesday, 24 January 2017

KEHIDUPAN DIGITAL NATIVE DAN DIGITAL IMIGRANT

Di zaman secanggih sekarang ini tak heran jika seorang balita dapat memainkan gadget dan anak umur 3 tahun mengajari nenek nya cara mengirim email. Semakin hari kehidupan di bumi semakin maju dengan teknologi nya, jadi wajar saja manusia sekarang sangat bergantung dengan teknologi. Untuk keterkaitan teknologi sekarang ada istilahnya generasi Digital Native dan Digital Imigrant. 

Digital native merupakan generasi manusia yang sejak dia baru bisa menulis sudah mengenal yang namanya internet, sama halnya ketika dia kecil dan remaja kehidupan nya dipenuhi dengan gencarnya perkembangan teknologi. Sedangkan Digital Imigrant merupakan manusia yang masa kecilnya belum mengenal internet maupun komputer masa kecilnya belum gencar perkembangan tekologi. Zaman sekarang untuk membedakan keduanya bisa dilihat dari umur mereka. Digital native untuk zaman sekarang umur 24 kebawah sedangkan digital imigrant umur 24 keatas.

Kehidupan para digital native sangat berperan dalam perkembangan teknologi. Kehidupan mereka sehari-hari dipenuhi dengan berbagai macam teknologi baik itu internet, fashion, kuliner, produk hanphone, komputer dan media sosial. Keterkaitan mereka dengan teknologi tak bisa dipisahkan bahkan mereka bisa mempelajari sesuatu itu melalui teknologi tersebut misalkan media sosial. Media sosial tidak hanya diperuntukkan bagi kaum yang narsis tetapi juga sebagai wadah orang membagikan informasi yang di dapatkan dan di sebarkan melalui media sehingga orang lain juga mengetahuinya. Para digital native sangat aktiv dalam media sosial, baik itu yang memberikan informasi maupun yang mencari informasi. Mereka setiap saat ada hal yang mereka pikir begitu penting untuk dibahas dan berusaha untuk tidak melewatkannya sedikitpun.

Para generasi digital native cenderung lebih terbuka, blak-blakan, serta open minded. Jika mereka bilang suka, mereka bilang suka dan jika mereka tidak suka, mereka bilang tidak suka. Mereka juga merasa tidak masalah membuka apa yang di sebut oleh generasi sebelum mereka privasi, inilah yang dimaksud keterbukaan. Contoh mereka berlomba-lomba membuka kehidupan privasi mereka di media sosial misalkan facebook dengan menulis “gnite sayang (good nigth sayang)”, “love kamu”, “sedih baru putus” dan berbagai bahasa yang terkesan alay bagi generasi digital imigrant. Digital native gila akan akan kebebasan dan mereka tidak suka diatur dan dikekang. Digital native juga bebas untuk menolak atau menerima permintaan pertemanan di facebook. Sebaliknya, jika mereka mendukung sesuatu mereka akan berbondong-bondong mendukungnya dengan fanatik. Suatu media sukses berkat kepedulian generasi ini.

Dari segi  pemikiran dan proses belajar digital native jauh berbeda dengan digital imigrant. Para digital imigrant tidak akan percaya bahwa para digital native bisa belajar lewat menonton. Mereka mulai belajar lewat film yang ditonton baik itu animasi, action, drama, maupun tv serial. Mereka mulai belajar apa yang dilihatnya dan ini perlu kontrol dari orangtua agar anaknya menonton sesuatu yang bermanfaat baginya. Para digital native dalam belajar lebih menyukai santai tidak tegang tetapi serius. Mereka tidak suka dipaksa dan belajar kapan mereka mau. Mereka lebih banyak bermain tetapi pekerjaan mereka juga terselesaikan nantinya. Karena para digital native mendapatkan informasi begitu cepat, mereka dapat menyelesaikan banyak pekerjaan sekaligus. Dalam hal menyelesaikan sesuatu mereka lebih cepat dibandingkan digital imigrant yang lamban.


Karena hidup pada masa belum berkembangnya teknologi para digital imigrant jauh ketinggalan dengan digital native di bidang teknologi. Para digital imigrant hanya meluangkan waktu sesaat setelah bekerja di media guna untuk melihat informasi dan membuktikan pada dunia yang bahwa mereka ada di teknologi sekarang ini. Mereka tidak memiliki waktu luang banyak dalam media karena kesibukannya dalam bekerja. Dalam sistem belajar mereka menetapkan sistem terdahulu karena dianggap berhasil dimasanya maka diterapkan sampai sekarang. Dalam hal belajar para digital imigrant lebih serius, tegang dan lamban. Mereka bersifat memaksa agar bisa apa yang dipelajarinya dengan berusaha segiat-giatnya.

Karena berbeda pola pikir antara digital native dan imigrant maka terjadi kesalah pahaman dalam mengajar. Para digital imigrant seperti guru, dosen menerapan pembelajaran seperti terdahulu yang mereka pikir akan berhasil untuk digital native. Padahal bagi digital native itu sangat bosan dan mereka pikir kurang menarik. Jadi bagaimana solusinya ? solusinya hanya satu yaitu para digital imigrant berusaha untuk lebih memperdekatkan diri dengan teknologi dan mencoba melihat bagaimana penerapan pembelajaran yang memang cocok untuk digital native di zaman sekarang ini.

Kehidupan para digital native memang lebih modern akan teknologi dan informasi tetapi disini ada kelemahan juga dilihat dari segi kebudayaan. Mereka yang hidup di zaman teknologi yang maju pesat banyak melupakan kebudayaan nya. Dengan berkembangnya teknologi sekarang seakan kehidupan mereka tidak membutuhkan lagi yang namanya budaya, sudah terlupakan. Buktinya apapun yang berkenaan dengan budaya mereka hilang ingatan akan itu. Karena dari kecil sudah ditemani dengan gadget mereka tidak tahu bagaimana bermain engklek, petak umpet, kelereng, lompat tali gobak sodor dan banyak permainan tradisional lain yang hanya tinggal nama. Itu belum lagi kuliner, tradisi yang ada di daerah mereka masing-masing.

Di sinilah para digital imigrant berperan dan mereka bisa bekerja sama membantu satu sama lain. Kehidupan mereka bisa saling melengkapi. Para digital native bisa berperan di kehidupan digital imigrant untuk membantu mereka dalam menggunakan teknologi sedangkan para digital imigrant membantu digital native dalam memperkenalkan kebudayaan dan melestarikannya karena mereka hidup pada zaman nya kebudayaan berkembang. 
Share:
Powered by Blogger.

Kunjungi Profil Lengkap Saya