Di zaman
secanggih sekarang ini tak heran jika seorang balita dapat memainkan gadget dan
anak umur 3 tahun mengajari nenek nya cara mengirim email. Semakin hari
kehidupan di bumi semakin maju dengan teknologi nya, jadi wajar saja manusia
sekarang sangat bergantung dengan teknologi. Untuk
keterkaitan teknologi sekarang ada istilahnya generasi Digital Native dan
Digital Imigrant.
Digital native merupakan generasi manusia yang sejak dia baru
bisa menulis sudah mengenal yang namanya internet, sama halnya ketika dia kecil
dan remaja kehidupan nya dipenuhi dengan gencarnya perkembangan teknologi. Sedangkan
Digital Imigrant merupakan manusia yang masa kecilnya belum mengenal internet
maupun komputer masa kecilnya belum gencar perkembangan tekologi. Zaman
sekarang untuk membedakan keduanya bisa dilihat dari umur mereka. Digital
native untuk zaman sekarang umur 24 kebawah sedangkan digital imigrant umur 24
keatas.
Kehidupan
para digital native sangat berperan dalam perkembangan teknologi. Kehidupan
mereka sehari-hari dipenuhi dengan berbagai macam teknologi baik itu internet,
fashion, kuliner, produk hanphone, komputer dan media sosial. Keterkaitan
mereka dengan teknologi tak bisa dipisahkan bahkan mereka bisa mempelajari
sesuatu itu melalui teknologi tersebut misalkan media sosial. Media sosial
tidak hanya diperuntukkan bagi kaum yang narsis tetapi juga sebagai wadah orang
membagikan informasi yang di dapatkan dan di sebarkan melalui media sehingga
orang lain juga mengetahuinya. Para digital native sangat aktiv dalam media
sosial, baik itu yang memberikan informasi maupun yang mencari informasi.
Mereka setiap saat ada hal yang mereka pikir begitu penting untuk dibahas dan
berusaha untuk tidak melewatkannya sedikitpun.
Para
generasi digital native cenderung lebih terbuka, blak-blakan, serta open
minded. Jika mereka bilang suka, mereka bilang suka dan jika mereka tidak suka,
mereka bilang tidak suka. Mereka juga merasa tidak masalah membuka apa yang di
sebut oleh generasi sebelum mereka privasi, inilah yang dimaksud keterbukaan.
Contoh mereka berlomba-lomba membuka kehidupan privasi mereka di media sosial
misalkan facebook dengan menulis “gnite sayang (good nigth sayang)”, “love
kamu”, “sedih baru putus” dan berbagai bahasa yang terkesan alay bagi generasi
digital imigrant. Digital native gila akan akan kebebasan dan mereka tidak suka
diatur dan dikekang. Digital native juga bebas untuk menolak atau menerima
permintaan pertemanan di facebook. Sebaliknya, jika mereka mendukung sesuatu
mereka akan berbondong-bondong mendukungnya dengan fanatik. Suatu media sukses
berkat kepedulian generasi ini.
Dari
segi pemikiran dan proses belajar
digital native jauh berbeda dengan digital imigrant. Para digital imigrant
tidak akan percaya bahwa para digital native bisa belajar lewat menonton.
Mereka mulai belajar lewat film yang ditonton baik itu animasi, action, drama,
maupun tv serial. Mereka mulai belajar apa yang dilihatnya dan ini perlu
kontrol dari orangtua agar anaknya menonton sesuatu yang bermanfaat baginya.
Para digital native dalam belajar lebih menyukai santai tidak tegang tetapi
serius. Mereka tidak suka dipaksa dan belajar kapan mereka mau. Mereka lebih
banyak bermain tetapi pekerjaan mereka juga terselesaikan nantinya. Karena para
digital native mendapatkan informasi begitu cepat, mereka dapat menyelesaikan
banyak pekerjaan sekaligus. Dalam hal menyelesaikan sesuatu mereka lebih cepat
dibandingkan digital imigrant yang lamban.
Karena hidup pada masa belum berkembangnya
teknologi para digital imigrant jauh ketinggalan dengan digital native di
bidang teknologi. Para digital imigrant hanya meluangkan waktu sesaat setelah
bekerja di media guna untuk melihat informasi dan membuktikan pada dunia yang
bahwa mereka ada di teknologi sekarang ini. Mereka tidak memiliki waktu luang
banyak dalam media karena kesibukannya dalam bekerja. Dalam sistem belajar
mereka menetapkan sistem terdahulu karena dianggap berhasil dimasanya maka diterapkan
sampai sekarang. Dalam hal belajar para digital imigrant lebih serius, tegang
dan lamban. Mereka bersifat memaksa agar bisa apa yang dipelajarinya dengan
berusaha segiat-giatnya.
Karena
berbeda pola pikir antara digital native dan imigrant maka terjadi kesalah
pahaman dalam mengajar. Para digital imigrant seperti guru, dosen menerapan
pembelajaran seperti terdahulu yang mereka pikir akan berhasil untuk digital
native. Padahal bagi digital native itu sangat bosan dan mereka pikir kurang
menarik. Jadi bagaimana solusinya ? solusinya hanya satu yaitu para digital
imigrant berusaha untuk lebih memperdekatkan diri dengan teknologi dan mencoba
melihat bagaimana penerapan pembelajaran yang memang cocok untuk digital native
di zaman sekarang ini.
Kehidupan
para digital native memang lebih modern akan teknologi dan informasi tetapi
disini ada kelemahan juga dilihat dari segi kebudayaan. Mereka yang hidup di
zaman teknologi yang maju pesat banyak melupakan kebudayaan nya. Dengan
berkembangnya teknologi sekarang seakan kehidupan mereka tidak membutuhkan lagi
yang namanya budaya, sudah terlupakan. Buktinya apapun yang berkenaan dengan
budaya mereka hilang ingatan akan itu. Karena dari kecil sudah ditemani dengan
gadget mereka tidak tahu bagaimana bermain engklek, petak umpet, kelereng,
lompat tali gobak sodor dan banyak permainan tradisional lain yang hanya
tinggal nama. Itu belum lagi kuliner, tradisi yang ada di daerah mereka
masing-masing.
Di sinilah para digital
imigrant berperan dan mereka bisa bekerja sama membantu satu sama lain. Kehidupan
mereka bisa saling melengkapi. Para digital native bisa berperan di kehidupan
digital imigrant untuk membantu mereka dalam menggunakan teknologi sedangkan
para digital imigrant membantu digital native dalam memperkenalkan kebudayaan
dan melestarikannya karena mereka hidup pada zaman nya kebudayaan berkembang.